Jumat, 20 Mei 2016

Jangan Takut Melapor

Jangan takut melapor. Demikianlah pesan yang ingin disampaikan oleh BNN kepada para pecandu Narkoba. Selama ini pencandu narkoba masih dihinggapi rasa takut untuk melaporkan diri kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) atau Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Padahal, bila tidak melapor, hukumannya akan jauh lebih berat ketika mereka tertangkap sebagai pengguna narkoba.
Pihak Polri sendiri telah berkomitmen untuk menyelamatkan pecandu narkoba agar direhabilitasi dan tidak perlu mendekam di tahanan. “Saya imbau bagi orangtua yang tahu putra putrinya ketergantungan, segera laporkan ke kita, tidak perlu malu-malu. Nanti akan direhab," ujar Sutarman (Tribunnews.com, 26/1/2014).
Pernyataan Kapolri, Jenderal Polisi Sutarman tersebut menegaskan dukungan penuh Polri yang akan memfasilitasi jika ada generasi muda yang melapor. Para pecandu yang melapor ini nanti akan dikirim ke tempat rehabilitasi. Ketetapan ini sesuai dengan undang-undang, bagi pecandu dan korban narkotika yang dengan kesadarannya sendiri melaporkan ke petugas tidak akan diproses atau dituntut pidana, tetapi akan direhabilitasi.
Ketika melihat tanda-tanda gejala Narkoba pada salah satu keluarganya, maka pihak keluarga jangan merasa malu, atau menganggap aib ketika membawa pengguna Narkoba ke IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor). IPWL dibentuk dengan tujuan merangkul pengguna atau pecandu narkoba, sebagai proses rehabilitasi dan berdasarkan Keputusan Menkes RI No.18/Menkes/SK/VII/2012.
Institusi Penerima Wajib Lapor atau IPWL merupakan sistem kelembagaan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Bagi Pecandu Narkotika. Intitusi atau lembaga ini merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika khususnya pasal 55.

Wajib lapor diartikan sebagai kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah. Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009).

Sistem rehabilitasi sosial yang dikembangkan pada layanan IPWL terdiri dari Rehabilitasi Sosial Dalam Panti dan Luar Panti. Pelayanan pada UPT/UPTD bersifat reguler dan crash program. Program Wajib Lapor termasuk kategori crash program dengan pelayanan sesuai berat/ringannya masalah penyalahgunaan NAPZA (hasil asesmen) berkisar antara 3 bulan hingga 1 tahun. Direncanakan program Wajib Lapor tahun 2012 dengan target 450 penerima manfaat di 30 IPWL. Memasuki tahun 2013, Panti dan Lembaga/Orsos dipersiapkan dapat melayani 10% dari populasi korban penyalahguna NAPZA (3,8juta) atau sekitar 380.000 pecandu yang melapor. Pada sisi kelembagaan tahun 2013 diharapkan terjadi penambahan jumlah IPWL menjadi 40 IPWL.

Program Wajib Lapor Pecandu dilaksanakan oleh 30 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang ditunjuk dengan SK Menteri Nomor 32 tahun 2012, yaitu : 1) Panti Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA milik Pemerintah ada 7 panti; DKI Jakarta, Jabar, DIY, Jateng, Jatim dan Medan. 2) Lembaga/Orsos milik masyarakat ada 23 lembaga.
Bagi orang tua atau keluarga yang terdapat anaknya atau salah seorang anggota keluarganya ada gejala Narkoba, tetapi tidak melaporkannya ke IPWL, maka orang tua atau keluarga tersebut malah akan mendapat hukuman. Para orang tua terancam hukuman kurungan selama enam bulan, jika tidak melaporkan anaknya yang terkena kasus Narkoba. Hal ini sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Untuk menunjang rehabilitasi dan IPWL, BNN sendiri telah memberikan layanan terapi dan rehabilitasi secara gratis. Semua dibiayai oleh negara. Maka, pencandu narkoba sebaiknya melaporkan diri atau dilaporkan untuk mendapat layanan terapi dan rehabilitasi secara gratis. Asal pencandu tersebut tidak merangkap sebagai bandar atau pengedar, pasti mereka akan mendapat hukuman.
Hal ini sebagai upaya untuk meminimalisir pengguna penyalahgunaan Narkoba yang sekarang  jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia yang sudah mencapai 4 juta orang. Peningkatan jumlah penyalahguna Narkoba kian waktu semakin memprihatinkan. Indonesia sudah menjadi surga bagi para sindikat Narkoba, tingginya permintaan terhadap barang haram tersebut.
Adapun proses rehabilitasi pecandu narkoba sedikitnya membutuhkan waktu satu tahun untuk dapat pulih dan kembali ke masyarakat. Ini terjadi karena narkoba menyerang sistem saraf di otak, sehingga menjadi kecanduan. Orang yang mengonsumsi Narkoba secara berlebihan atau sudah kecanduan, maka akan mengarah pada tindakan kriminal seperti menjambret, mencuri, merampok atau menodong. Sedangkan pecandu wanita bisa menjual diri, semua itu hanya untuk mendapatkan barang haram tersebut.
Dengan demikian, pencegahan dan rehabilitasi ini sangat penting. Perubahan paradigma pemerintah yang dahulu menempuh kebijakan dengan cara menakut-nakuti pengguna Narkoba atau kebijakan yang dikenal dengan public security, sekarang menggunakan kebijakan public health atau pendekatan supaya mereka pulih dan sehat kembali. 
Dalam hal rehabilitasi ini, pemerintah atau BNN (Badan Narkotika Nasional) melakukan semacam kegiatan ‘jemput bola’ dengan mendatangi rumah-rumah para pecandu. Selain rehabilitasi kecanduan, BNN juga melakukan rehabilitasi sosial bagi pecandu, seperti pertemuan dengan pecandu secara rutin, dikaryakan, konsultasi dengan alumni Lido.
Adanya layanan gratis detoksifikasi bagi pecandu Narkoba menjadi bukti keseriusan BNN dalam memberantas penyalahgunaan Narkoba memang tidak terbantahkan. Layanan detoksifikasi yang diberi nama Klinik Sejahtera (Balkemas Sejahtera Mitra Afia) bertempat jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur ini diharapkan dapat membantu para pecandu Narkoba untuk terlepas dari Narkoba dan tidak merasa khawatir lagi untuk berobat. Pecandu tinggal datang ke sini dan gratis, tidak dipungut biaya. Namun, ketika pecandu datang harus disertai oleh penanggungjawabnya, bisa orang tua atau kerabat. Proses detoksifikasi ini hanya 4 sampai 7 hari, setelah proses detoktifikasi, para pecandu tersebut akan direhabilitasi sosial.
Dalam melayani korban penyalahgunaan Narkoba, BNN secara serius berupaya untuk memberikan layanan perawatan dengan metode yang terintegrasi, seperti rehabilitasi medis yang meliputi detoksifikasi, intoksifikasi, dan rawat jalan. Kemudian BNN juga menyediakan layanan rehabilitasi sosial berbasis Therapeutic Community (TC) yang dipadukan dengan terapi kerohanian dan hipnoterapi. Pelayanan rehabilitasi di BNN semuanya gratis, kecuali untuk kebutuhan pribadi yang harus ditanggung oleh keluarga residen, seperti biaya kesehatan pasien yang tidak tersedia, perlengkapan sandang, perlengkapan mandi, makanan kecil tambahan selama mengikuti terapi dan rehabilitasi.

Pelayanan rehabilitasi medis dimulai dari screening, petugas melayani pendaftaran calon pasien, kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan, dan pengisian formulir. Setelah itu, pasien menjalani proses detoksifikasi atau pengeluaran racun dari tubuh pecandu. Pada masa ini diupayakan untuk menangani gejala putus zat dengan menggunakan terapi simptomatik (memberikan obat pada pecandu sesuai dengan gejala rasa sakit yang dirasakan oleh korban/ pecandu).

Setelah melewati masa detoksifikasi selama dua minggu, maka pecandu memasuki fase stabilitasi pasca putus zat yang dijalankan sekitar dua minggu. Selanjutnya, pasien akan mendapatkan layanan terapi berbasis sosial dengan metode TC selama 6 bulan. Kemudian memasuki tahapan terapi vokasional dan resosialisasi, yaitu mereka diajari keterampilan seperti pelatihan komputer, bahasa asing, multimedia, musik, otomotif, tata boga, dan kerajinan tangan.

Setelah melewati tahapan vokasional selama kurang lebih enam bulan, residen sudah dapat kembali ke keluarga atau mengikuti terapi lanjutan (after care). BNN menyokong dan membantu pendirian klinik-klinik detoksifikasi ini. Para pecandu tinggal datang ke klinik dengan penanggungjawabnya seperti orangtua atau kakaknya. Semua gratis, dari obat-obatan, rawat inap sampai makanannya. Layanan ini adalah bentuk kerja sama dengan berbagai instansi pemerintah terkait, kelompok masyarakat dan swasta.

Penanganan para pencandu dan peredaran Narkoba, bukan hanya tugas BNN, tetapi tugas dan tanggung jawab bersama. Di sini dibutuhkan sosialisasi dan kampanye tanpa Narkoba, sehingga muncul kesadaran akan bahaya Narkoba dari para pengguna dan masyarakat. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba bisa dimulai dari lingkup keluarga. Dengan keluarga yang berpengetahuan dan berwawasan Narkoba, baik jenis, gejala, maupun penanganannya, diharapkan dapat memutus generasi Narkoba.
 

0 Comments:

Posting Komentar