Tidak
ada yang sempurna. Begitu pula dengan internet, sisi baik dan buruknya
satu paket, tergantung dari yang menggunakannya bak dua sisi mata uang.
Salah satunya dalam bisnis Narkoba. Sindikat
Narkoba memanfaatkan media sosial sebagai sarana pemasaran. Di jejaring
sosial, mereka memengaruhi, merekrut konsumen baru dan memasarkannya
dengan berbagai macam trik yang sifatnya memberi iming-iming yang
menarik.
Banyak
masyarakat di Indonesia maupun di seluruh dunia menggunakan media
sosial untuk berkomunikasi dan mencari kenalan baru di dunia maya hingga
berlanjut pada tatap muka. Namun, terkadang tak sedikit orang yang
terjebak saat mencoba menjalin komunikasi dan mencari kenalan baru dari
media sosial.
Ada
banyak kasus yang terjerat kasus Narkoba karena internet, seperti
berita yang saya baca tentang kisah seorang warga negara China yang
berinisial ZH. Ia berada dalam kurungan penjara karena terlibat dalam
bisnis haram Narkoba di Indonesia. Berawal dari berkenalan melalui media
sosial We Chat dengan seseorang berinisial SS. Pria berusia 28 tahun
itu kemudian ditawari sebuah pekerjaan oleh SS dengan imbalan RMB 4.000
atau sekira Rp 7,6 juta untuk mengantar paket berisi mainan anak-anak ke
Jakarta.
Warga negara China ini berangkat ke Indonesia membawa koper yang diberikan oleh SS dan seorang rekannya berkulit hitam. Namun sayang, setibanya di Jakarta, petugas Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta mencurigai koper yang dibawa oleh ZH. Setelah diperiksa di dalam koper tersebut terdapat tiga paket sabu dengan total berat 1.050,8 gram yang disembunyikan di sebuah bantal anak-anak. Tersangka pun mengaku hanya diminta untuk membawa koper tersebut ke sebuah hotel di kawasan Pluit, Jakarta Utara.
Warga negara China ini berangkat ke Indonesia membawa koper yang diberikan oleh SS dan seorang rekannya berkulit hitam. Namun sayang, setibanya di Jakarta, petugas Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta mencurigai koper yang dibawa oleh ZH. Setelah diperiksa di dalam koper tersebut terdapat tiga paket sabu dengan total berat 1.050,8 gram yang disembunyikan di sebuah bantal anak-anak. Tersangka pun mengaku hanya diminta untuk membawa koper tersebut ke sebuah hotel di kawasan Pluit, Jakarta Utara.
Selain
ZH, kasus yang menjadi korban hasil kenalan melalui media sosial juga
dialami SY, warga negara Indonesia. Pria yang dulunya bekerja sebagai
penjual gitar, harus berurusan dengan dunia hitam narkotika saat
berkenalan dengan IF melalui Facebook.
November
2013, perkenalan SY dan IF melalui media sosial berlanjut pada
pertemuan tatap muka dan bertransaksi jual beli gitar. Di sela transaksi
jula beli itu, IF menawari SY untuk sebuah pekerjaan di mana SY harus
mengambil sebuah perhiasaan di India dengan upah Rp5 juta rupiah.
Tawaran menarik itu diterima SY. Namun, koper yang diketahui SY berisi
permata ternyata berisikan sabu kristal seberat 3.122,2 gram. Akibat
perbuatannya, mereka terancam dijerat Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 atau Pasal 115 Ayat 2 junctoPasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Para
pengedar tak tanggung-tanggung rela mengeluarkan biaya untuk
memberangkatkan kurir hingga ke luar negeri. Salah seorang ketua
yayasan sosial berinisial IS menjadi korban jeratan kurir Narkoba. Ia
membutuhkan dana untuk mengembangkan pekerjaannya. Melalui Facebook ia
berkenalan dengan seseorang yang akan memberinya modal usaha asal mau
mengambilnya sendiri ke Jepang. Pengedar Narkoba meyakinkan IS dengan
memberi tiket pulang pergi ke Jepang. Di sana dia disuruh untuk bertemu
dengan seseorang, kemudian orang tersebut menitipkan tas kosong untuk
dibawa ke Indonesia. Begitu tiba di bandara, ternyata dalam tas tersebut
sudah diisi dengan sabu-sabu yang siap edar.
Perekrutan
kurir narkoba melalui media sosial juga terjadi pada perempuan. Ada
warga negara Austria berinisial SM. Sebelum menjadi kurir, SM berkenalan
dengan pria asal Senegal yang kemudian mengiriminya uang dan
mengajaknya keliling beberapa negara. Dia kemudian diminta untuk membawa
koper yang berisi narkoba. SM tertangkap di Bandara Soekarno-Hatta, 9
November lalu.
Kasus-kasus di atas menjadi contoh bagi kita untuk waspada dan hati-hati ketika berselancar di media sosial.
Komunikasi di Media Sosial
Kemajuan
teknologi komunikasi telah menggiring masyarakat untuk berselancar di
dunia maya atau internet. Hal ini sudah menjadi bagian dari kehidupan di
dunia nyata. Internet bukan lagi dunia asing yang hanya digunakan untuk
mencari informasi, tetapi telah menjadi gaya hidup modern. Tidak ada
sekat dalam memperoleh informasi dan berkomunikasi sehingga memudahkan
dalam saling kenal dan sapa di dunia maya. Dunia maya telah menjadikan
jutaan orang di seluruh dunia terus menerus terkoneksi. Marshall McLuhan
menyebutnya dengan “global village.”
Global village
ini tersalurkan dalam beberapa media sosial seperti Facebook, Youtube
dan Twitter, Linkedln, Instagram, Line, Kaskus, dan Wechat. Fasilitas
pada media sosial tersebut tidak hanya digunakan untuk saling berkenalan
dan memberi informasi, tetapi dapat berkembang menjadi jaringan bisnis online, di antaranya bisnis Narkoba.
Kemajuan
teknologi komunikasi ini banyak dimanfaatkan oleh generasi muda, mereka
terbiasa bergaul dengan sesamanya menggunakan media sosial. Ini perlu
diwaspadai, karena anak-anak muda dikhawatirkan menjadi sasaran
pengedaran narkoba.
Dunia
media sosial ini berbeda dengan dunia nyata. Para pengguna bisa memakai
nama samaran atau palsu. Era informasi yang berkembang sangat cepat dan
luas telah menjadi peluang bagi para Bandar Narkoba untuk
memanfaatkannya sebagai media promosi sekaligus perekrutan Narkoba.
Banyak sekali modus operandi yang dilakukan para bandar-bandar narkoba
melalui jejaring sosial, di antaranya:
1. Berkenalan.
2. Menawarkan pekerjaan.
3. Belanja online.
4. Menawarkan modal usaha.
5. Menawarkan jalan-jalan gratis.
Kewaspadaan
menjadi penting bagi generasi muda agar mempunyai sikap menolak ketika
ada yang membujuk untuk memberi barang, pekerjaan, modal atau
jalan-jalan gratis. Bahkan, dalam transaksi jual beli pun harus bersikap
hati-hati.
Dari
kasus di atas dapat dilihat bahwa media sosial digunakan oleh jaringan
Narkoba internasional untuk merekrut seseorang menjadi kurir barang
haram tersebut karena jumlah penggunaan media sosial sebagai media
merekrut kurir narkoba terus meningkat tiap tahun.
Badan
Narkotika Nasional (BNN) sendiri mengimbau agar masyarakat mewaspadai
modus baru peredaran narkoba, yakni melalui ajakan di media sosial
seperti Facebook dan lain-lain.
Berdasarkan
contoh kasus di atas dapat disimpulkan bahwa dalam berkomunikasi di
media sosial ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan,
diantaranya:
1. Jangan membagikan foto pribadi.
2. Jangan membagikan alamat rumah.
3. Jangan membagikan nomor telepon.
4. Jangan membagikan jadwal harian.
5. Jangan membagikan nomor rekening.
6. Jangan mudah percaya kepada orang yang baru kenal di dunia maya.
Dengan
demikian, para generasi muda perlu diberi bimbingan dan perhatian
khusus di dalam keluarga agar tidak terjebak dalam mencari perhatian di
luar keluarga yang belum tentu positif sehingga terjebak jerat
perekrutan kurir narkoba melalui media sosial.Tidak hanya itu, sebagai
kehati-hatian dan waspada, mereka juga harus diberi tahu akan bahaya
penyalahgunaan Narkoba.
Referensi:
www.portalkbr.com
0 Comments:
Posting Komentar