Ketika
seseorang menggunakan Narkoba, sebaiknya dia melaporkannya ke IPWL, dan
membawanya ke tempat rehabilitasi. Salah satu tempat rehabilitasi di
tempat saya, daerah Tasikmalaya, adalah Pesantren Suryalaya.
Pesantren
Suryalaya sebagai tempat rehabilitasi Narkoba ini mengusung metode
inabah. Kata inabah sendiri berasal dari Bahasa Arab, anaba-yunibu
(mengembalikan). Dalam tataran tasawuf, inabah ini berkaitan dengan
tobat. Seseorang yang bertobat adalah orang yang menyadari dan menyesal
akan kesalahan atau dosa yang yang telah dilakukannya, serta berniat
akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan.
Adapun
inabah berarti pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses kembalinya
seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat kepada
Allah. Istilah ini digunakan dalam Al-Quran Surah Luqman ayat 15, Surah
Asy-Syura ayat 10, dan lain-lain.
Al-Daqqaq
berpendapat bahwa tobat adalah sifat orang beriman, terdapat dalam
Al-Quran Surah An-Nur ayat 31. Sementara inabah adalah sifat para wali
dan orang-orang yang dekat dengan Allah atau muqarabbin, terdapat
dalam Al-Quran Surah Az-Zumar ayat 17-18. Pada ayat tersebut, bahwa
sifat orang yang inabah (munib) ialah memilih yang terbaik dari apa yang
diperintahkan oleh Allah, sehingga ia memperoleh hidayah Allah dan
dekat dengan-Nya.
Abah
Anom (Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin) menggunakan istilah inabah
menjadi metode bagi program rehabilitasi pecandu narkotika,
remaja-remaja nakal, dan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan.
Konsep perawatan korban penyalahgunaan obat serta kenakalan remaja,
dengan mengembalikan orang dari perilaku yang selalu menentang kehendak
Allah atau maksiat, kepada perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah
atau taat.
Metode
inabah ini telah membantu merehabilitasi para pengguna Narkoba menjadi
orang yang lebih baik. Keberhasilan metode inabah mendapat penghargaan
“Distinguished Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse. Belum lagi
berbagai penghargaan dari pemerintah Republik Indonesia.
Metode
inabah, baik secara teoretis maupun praktis didasarkan pada Al-Quran,
hadis dan ijtihad para ulama. Berikut metode inabah; pertama,
mandi. Mandi ini dapat memulihkan kesadaran anak bina akibat mabuk.
Mandi dan wudlu akan mensucikan tubuh dan jiwa sehingga siap untuk
'kembali' menghadap Allah Yang Maha Suci. Hikmah dari wudlu adalah
mencuci muka yang merupakan mensucikan bagian tubuh yang mengekspresikan
jiwa, mencuci lengan berarti mensucikan perbuatan, membasuh kepala
berarti mensucikan otak yang mengendalikan seluruh aktifitas tubuh,
serta membasuh kaki yang berarti mensucikan setiap langkah perbuatan
dalam hidup.
Kedua,
shalat. Anak bina yang telah dibersihkan atau disucikan melalui proses
mandi dan wudlu, akan dituntun untuk melaksanakan sholat fardhu dan
sunnah sesuai dengan metode inabah. Tuntunan pelaksanaan shalat fardhu
dan sunnah sesuai dengan ajaran Islam dan kurikulum ibadah yang dibuat
oleh Abah Anom.
Ketiga,
zikir. Anak bina yang telah pulih kesadarannya diajarkan zikir melalui
talqin zikir. Talqin zikir adalah pembelajaran zikir pada qalbu. Zikir
tidak cukup diajarkan dengan mulut untuk ditirukan dengan mulut pula,
melainkan harus dipancarkan dari qalbu untuk dihunjamkan ke dalam qalbu
yang ditalqin. Yang dapat melakukan talqin zikir hanyalah orang-orang
yang qalbunya sehat (bersih dari syirik) dan kuat (berisi cahaya ilahi).
Keempat,
pembinaan. Anak bina ditempatkan pada pondok inabah guna mengikuti
program Inabah sepanjang 24 jam. Kurikulum pembinaan ditetapkan oleh
Abah Anom mencakup mandi dan wudlu, shalat dan zikir, serta ibadah
lainnya.
Di
samping kegiatan-kegiatan tersebut, diberikan juga kegiatan tambahan
berupa pelajaran baca Al-Quran, berdoa, tata cara ibadah, ceramah
keagamaan dan olah raga. Setiap anak bina dievaluasi untuk mengetahui
sejauhmana perkembangan kesehatan jasmani dan rohaninya. Evaluasi
diberikan dalam bentuk wawancara atau penyuluhan oleh ustadz atau oleh
para pembina inabah yang bersangkutan.
Di
sini, para pengguna Narkoba dianggap seperti orang yang mabuk. Dalam
tasawuf, orang yang sedang mabuk, jiwanya sedang goncang dan terganggu,
sehingga diperlukan metode pemulihan (inabah).
Saat
ke Tasikmalaya, saya berkesempatan berkunjung dan bertemu salah satu
pembina Inabah XX, Pak Dudin. Dengan ramah, Pak Dudin memaparkan tentang
metode inabah tersebut. Lebih lanjut, Pak Dudin menjelaskan bahwa
ketika si pengguna Narkoba diantar keluarganya ke inabah, si pengguna
Narkoba ini langsung dimandikan. Adapun jadwal keseharian bagi anak bina
adalah mandi setiap pukul 13.30 WIB. Setelah mandi, kemudian shalat
tobat dan shalat tahajud, terus zikir. Jam 03.00, mereka kembali tidur
istirahat. Pukul 04.00, menjelang Shubuh bangun untuk shalat Shubuh,
setelah itu zikir. Pukul 06.00, mereka istirahat dan sarapan, serta olah
raga. Pukul 10.00, mereka pun belajar agama seperti membaca dan hapalan
Al-Quran sampai Ashar, atau sekitar jam 16.00. Setelah itu mereka olah
raga sampai menjelang Maghrib. Setelah Shalat Maghrib, mereka shalat
sunnah dan zikir sampai Shalat Isya. Setelah itu, mereka makan malam.
Dan pukul 21.00, mereka shalat hajat, lalu istirahat tidur. Demikian
rutinitas terus menerus dalam metode inabah.
Pembinaan
inabah ini dilakukan selama empat bulan. Setelah empat bulan, mereka
dievaluasi hasilnya. Rata-rata mereka sudah lepas dari ketergantungan.
Ada yang menarik dari rehabilitasi metode inabah ini bahwa anak bina
sama sekali tidak boleh menyentuh lagi zat Narkoba. Mereka benar-benar
putus dengan Narkoba. Apabila ada anak bina yang sakaw atau kecanduan,
mereka langsung dimandikan.
Inabah
20 ini terletak di Puteran, Suryalaya, Tasikmalaya. Ada 60 anak bina
yang sedang dibimbing di sini. Ada banyak tempat inabah, semua berada di
bawah Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Sebagai salah
satu pondok pesantren terkemuka di Jawa Barat, pesantren ini berusaha
untuk mengatasi problematika yang terjadi di Indonesia. Dalam hal ini,
pesantren yang berkonsentrasi pada pengajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah
ini membutuhkan tempat pendidikan dan pengembangan ilmu keislaman
sekaligus mensinergikan ilmu islam dengan ilmu modern. Oleh karena itu,
pesantren harus memiliki lembaga pendidikan formal yang berkualitas
sehingga tujuan pesantren sebagai tempat pendidikan ilmu sekuler ataupun
ilmu agama dapat terpenuhi. Maka, atas usul dari H. Sewaka (Alm),
mantan Gubernur Jawa Barat (1947 – 1952) dan Iwa Kusuma Sumantri (Alm),
Mentri Pertahanan Republik Indonesia (1952 – 1953) kepada Abah Anom,
pada 11 Maret 1961, didirikanlah sebuah yayasan dengan diberi nama,
Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya.
Demikianlah,
para anak bina yang direhabilitasi ini mendapat terapi dan bimbing
agama dengan metode inabah. Untuk menghindari kembali ke pergaulan
Narkoba, anak bina yang sekolah dianjurkan sekolah di Pesantren
Suryalaya. Tidak hanya itu, pembina juga memberi pesan kepada guru
sekolah atau perguruan tinggi bagi mahasiswa untuk turut membantu
membina anak tersebut. Dan tentu saja, peran serta keluarga, sangat
dibutuhkan bagi anak bina agar tidak kembali lagi pada jeratan Narkoba.
Semoga rehabilitasi ini menjadi salah satu alternatif dan rujukan dalam
terapi dan pembinaan bagi para pecandu Narkoba.
0 Comments:
Posting Komentar