Rabu, 08 Juni 2016

Ketika Pintu-pintu Masjid Terkunci

Matahari telah naik sepenggelahan, Tiara berjalan di seputar masjid, lalu menuju pintu masjid dan menarik gagang pintu masjid. Namun, pintu tersebut tidak dapat dibuka.

“Mbak, pintunya dikunci. Biasanya dibuka bila jam duabelasan, ketika mau masuk waktu shalat Zhuhur,” ujar salah seorang perempuan yang sedang membaca buku di teras masjid.

“Oh gitu ya,” sahut Tiara dengan penuh kecewa.

“Iya, kalau Mbak mau shalat, di teras masjid sebelah sana,” jawab perempuan tersebut sambil menunjuk ke teras samping masjid yang bersebelahan dengan toilet.

“Terima kasih Mbak,” kata Tiara sambil tersenyum. Ia kemudian berlalu menuju teras samping masjid, dan di sana ada beberapa pria juga yang sedang melaksanakan shalat Dhuha. Tiara melirik ke arah toilet yang ada tulisan khusus wanita, ternyata ada beberapa bapak-bapak juga yang keluar dari sana, sepertinya mereka selesai whudu dilihat dari air wudhu di muka mereka.

“Kok mereka keluar dari toilet wanita,” gumam Tiara heran. “Mungkin karena tidak ada jamaah wanita kalau pagi, jadi diijinkan masuk ke toilet wanita,” simpul Tiara.

Tiara belum berani shalat karena banyak pria yang sedang shalat. Ia merasa agak risih. Ia lalu melaksanakan shalat di teras samping masjid tersebut ketika pria yang shalat Dhuha sedikit.

Selesai shalat, Tiara duduk di teras belakang masjid. Ia menunggu temannya yang sebelumnya sudah janjian. Sambil menunggu, ia menyaksikan kegiatan pengelola masjid yang sedang membersihkan dan merapikan masjid. Dalam galau hati karena pintu masjid dikunci, Tiara merenung, “Kok masjid jadi begini ya? Dibuka ketika waktu shalat saja. Bukankah masjid itu selalu terbuka kapan saja dan untuk siapa saja? Masjid kan bumi Allah, tempat setiap hamba Allah dapat melakukan aktivitas ibadahnya, kenapa harus dikunci? Kalau memang untuk menjaga kebersihan, bukankah ada pengelola masjid yang dapat membersihkannya, selain itu telah menjadi tugas mereka, bukankah itu juga peluang ibadah?"

Pada masa Rasulullah, masjid telah menjadi sentral aktivitas muslim dalam melakukan segala ibadahnya, seperti shalat, mengaji, mengajar, padahal waktu itu bangunan masjid sangat sederhana. Bahkan, karena sangat sederhananya masjid sampai ada seorang Arab Badui yang pipis di sudut masjid. Waktu itu Rasulullah melarang sahabat yang akan memarahi orang Badui tersebut tetapi beliau malah menyuruh para sahabat agar menyiram air pada bekas pipisnya orang Badui tersebut. Tidak ada pelarang dan penghardikan. Beliau hanya memerintahkan untuk membersihkannya, karena masjid memang terbuka untuk siapa saja. Lalu, tatkala sekarang masjid telah menjadi megah dan mewah seperti istana raja,kenapa mesti dibatasi waktunya? Kenapa pintu masjid terbuka ketika memasuki waktu shalat Zhuhur? Bukankah ada shalat Dhuha yang dilaksanakan ketika matahari telah naik sepenggelahan? Bukankah masjid bisa menjadi tempat untuk menghafal Al-Qur’an? Bukankah masjid bisa menjadi tempat belajar dan mengkaji keislaman serta kemasyarakatan? Ataukah sekarang masjid hanya simbol kemewahan dan kemegahan belaka? Ataukah memang masjid sekarang hanya terbuka pada waktu shalat lima waktu saja? Ataukah hanya masjid ini saja yang pintunya terbuka tatkala waktu Zhuhur tiba?

Wallahu’alam bishshawab

0 Comments:

Posting Komentar